Shen Nan, 13 Oktober 2010.
Kudapati diriku terdiam didalam sebuah “Metro” sambil memandangi refleksi bayangan tubuhku sendiri pada kaca jendela yang memantul, itu. Metro yang kutumpangi ini bukan Metro Mini, karena ia adalah sebutan untuk Kereta Mass Rapid Trasportation (MRT) di Propinsi Guangdong, Republik Rakyat Cina (RRC) yang membawaku bergerak 20 km ke timur menuju Luo Hu. Metro, lamat-lamat merangkak dan semakin cepat dalam perjalanan kembali dari Shi Jie Zhi Cuang. Shen Nan sendiri adalah jalan raya yang berhadapan dengan pintu keluar Stasiun Metro Shi Jie Zhi Chuang, Shen Nan Boulevard.
Dalam pada itu, pandanganku nanar kearah jendela kereta yang layak jika disebut cermin, tak memperdulikan sekelilingku, tapi kuperhatikan cara berpakaiannya orang-orang penduduk asli Guangdong yang relatif biasa-biasa saja, sederhana, tradisional dan terkesan lebih kuno jika dibandingkan dengan penduduk Hong Kong yang lebih modis dan sibuk dengan gadget mereka saat menaiki Mass Transportation Railway (MTR).
Pintu Metro terbuka saat tiba di Stasiun Zhu Zhi Lin untuk menurunkan segerombolan penumpang dan menaikkan sebagian lainnya dengan tertib, tidak saling mendorong dan tidak “ngerem”. “Ngerem” adalah istilah menahan penumpang lainnya untuk mendapatkan posisi terbaik saat kereta berikutnya datang, sehinga penumpang lain yang ada dibelakangnya menjadi terhalang dan tidak bisa masuk.
Kondisiku yang saat ini tidak “One Hundred Percent” kata iklan minuman isotonik di televisi, hanya terbengong-bengong saja memandangi penumpang setempat dari pantulan jendela, sambil bersandar pada tiang besi. Aku sedang merasakan nikmatnya perjalanan dengan sejuknya pendingin ruangan, tidak berjubel seperti kereta KRL jurusan Serpong di Jakarta. Alangkah senangnya jika saat ini aku berada di Jakarta dengan pelayanan yang baik seperti ini, temanku bergumam.
Hmm… kesejukan dan kenyamanan yang seperti ini membuat kantuk tak tertahankan lagi. Setengah tidur dan masih bersandar pada tiang tiba-tiba ada setetes peluh jatuh dilengaku saat berpegangan. Peluh itu menyadarkanku akan kenyamanan yang sempat kurasakan ternyata bukanlah sesuatu yang nyata.
Tiba-tiba aku terjaga !
Kesadaranku baru saja pulih karena peluh seseorang berbadan tinggi besar yang ada didekatku. Ia seolah menjadi jangkar atas pergerakan kereta yang mendayu-dayu. Mungkin ia berkeringat lantaran menahan desakan penumpang, mungkin juga karena tidak baiknya sirkulasi udara didalam. Atau mungkin badannya yang besar itu belum cukup makan untuk menahan kuatnya desakan banyaknya penumpang? Wallahu a’lam…
Pastinya, posisinya yang tergencet pintu kereta, memaksanya untuk melawan gerakan orang-orang yang mendesaknya, posisinya tidak memungkinkan tubuhnya untuk bergerak seperti penumpang lainnya, seperti orang senam TaiChi, bergerak teratur dengan gemulai demi keseimbangan Yin dan Yang. Ia harus bertahan setidaknya untuk dapat bernafas secara normal karena dibelakang punggungnya sudah pintu.
Aku memang berada dalam kereta dalam sebuah perjalanan pulang, tapi bukanlah seperti yang kurasakan tadi, karena nyatanya saat ini aku berada dalam kereta yang penuh sesak. Tubuhku sangat nyaman, bukan karena dinginnya AC, tapi menjadi nyaman berdesakan dengan orang lain, tidak perlu lelah berdiri, kemana saja kereta ini meliuk mayang, kakiku tak perlu bekerja keras menahan badan, tinggal mengikuti gerakan.
Aromanya menyerbak, bukan aroma parfum CK be ala Calvin Klein, atau Kenzo, melainkan keringat manusia-manusia urban yang lelah seharian mencari sesuap nasi.Pandangan pada kaca jendela seperti cermin juga kutemui dikereta ini, perbedaannya adalah jika kaca jendela yang semuanya tertutup pada Metro, kereta ini tidaklah demikian. Sebagian jendela kacanya sengaja dibuka lantaran pendingin ruangan yang merupakan fasilitas vital dan seharusnya dapat menyejukkan penumpang yang padat, justru tidak dapat berfungsi karena sedang rusak. Tak perlu dipikirkan kapan pendingin ruangan itu akan diperbaiki, tidak pingsan saja mungkin sudah bagus. Angin panas karena udara yang berputar disitu-situ saja, masih terbantu udara segar dari luar.
Pandanganku kemudian kembali pada refleksi bayangan di kaca jendela bukan untuk melihat penumpang lain dengan nyaman, melainkan untuk mengawasi tas dari tangan-tangan jahil yang sewaktu-waktu mencopet. Tangan kreatif yang keahliannya tidak kalah dari Deddy Corbuzier sang mentalis sejati, atau Demian sang illusionis, atau gerombolan ala Oliver Twist yang selalu apik mengambil dompet secara ber’jama’ah’.
Kereta yang aku tumpangi saat pulang kerja menuju stasiun Serpong ini, padat bukan main. Pasalnya, kereta yang sedianya berangkat pukul 17.30 dari stasiun Sudirman, dibatalkan. Pihak kereta api dalam pengumumannya melalui corong pengeras suara menyarankan untuk naik ke Stasiun Tanah Abang dahulu baru kemudian menyambung kereta dari Jakarta Kota, yang sudah stand by menuju Serpong. Ok, deal!.
Langkahku menuju Tanah Abang, kembali diuji saat hendak memasuki kereta segerombolan orang menahannya, “ngerem” untuk mendapatkan posisi wenak saat kereta selanjutnya datang nantinya. Beruntung kereta kedua menuju Tanah Abang, tingkah polah gerombolan “ngerem” ini tidak terlalu menyulitkanku.
Kondisiku yang tidak seratus persen fit, turut menyumbang kontribusi ketika banyak penumpang di gerbong KRL yang kunaiki di Stasiun Tanah Abang protes.
– “Mas Mas! Jangan naik disini dong, gerbong lain aja sana!!”
+ “Lho kenapa dilarang, saya kan juga bayar …”
– “Iya.., bayar sih bayar tapi gerbongnya yang sebelah sana…”
Mereka berteriak tanpa kumengerti hubungan sebab akibatnya. Ternyata aku memasuki salah satu bagian dari gerbong kereta bertuliskan label “Kereta Wanita” disisi kanan dan kiri pintu masuknya. Sejak tahun ini diresmikan sebagai gerbong khusus yang didalamnya ‘haram’ bagi laki-laki.
Subhanallah…, ini adalah kali pertama aku naik kereta dalam perjalanan pulang kantor lagi setelah sekian lama tidak menikmati angkutan kereta masal yang menjadi andalanku sehar-hari. Berbagai kejadian yang begitu mengusik ini terjadi menjadi komparasi dalam benakku, membawa pikiranku menembus cakrawala sampai ke Shen Nan, geram karena gerombolan “Ngerem”, sampai masuk ke gerbong khusus perempuan.
Shen Nan Jakarta, 13 Oktober 2010.
mengenaskan banget emang, kondisi yang sangat kontras… kenapa bisa gtu ya de, kan sama-sama negara yg jumlah penduduknya banyak ya…
Banyak boleh banyak, tapi perilaku memang mesti diatur. India juga banyak tapi kayaknya mirip2 kondisinya dengan disini.
Salam pagi, mas
Menyusuri segala perjalanan mas adelays di China dan Indonesia, ternyata banyak beda budaya dan cara hidup yang dilakukan. Membuat penulisan perbandingan adalah satu kelebihan bagi seorang pemikir yang berusaha mencerna ide dan membuka pemikiran pembaca untuk membuat kesimpulan. Sungguh menarik sekali. Berbobot.
Penggunaan kata yang bermakna cukup berkesan, menunjukkan siratan pada kepekaan mas adelays dalam menulis. Anna yang berkecimpung dalam pembelajaran bidang lingusitik dan antropologi, sangat mengkagumi penulisan yang ditampilkan. Penuh dengan perhatian terhadap kondisi di sekeliling sehingga bisa membawa Anna menjiwai apa yang dilalui oleh sang penulis. Ternyata mas Adelays menjadi mata yang bisa meneropong ke segenap sudut bicaranya. salut deh mas, Anna belum sampai ke tahap demikian.
Secara tesisnya, Anna beri 4 jempol sama mas adelays karena sudah banyak “make improvements” dalam usaha memaknai kata-kata. Seru ya mas, menulis untuk berbagi pengalaman.
Anna Althafunnisaa
negeri di bawah pelangi
Terima kasih mbak Anna, karena telah memberikan apresiasi atas tulisan ini.
Mudah2an tulisan kita penulis, semakin berkembang terus kearah yang lebih baik.
Amiin ya robbal alamin.
Nice Article, inspiring. Aku juga suka nulis artikel bidang bisnis di blogku :
http://www.yohanwibisono.com, silahkan kunjungi, mudah-mudahan bermanfaat. thx
Terima kasih Mas Yohan.
Blog yang menarik, karena menampilkan sisi humanis dari penulisnya 🙂
whewww
Kenapa, pusing ya…?
He he he
Kontrasss…ntar juga kalau di Indonesia di kasih MTR (kalau di HK, MRT di Singapore) jangan-jangan malah belum siap…
Ah, gimana yah dari hal kecil tata tertib, kebersihan aja udah kalah….
Hanya bisa berandai-andai….
Hai Pendar Bintang,
Memang dalam banyak hal, pelayanan publik kita kalah jauh, bahkan dari negara2 tetangga kita.
ehm….
kalo dibandingin sih…
ya pasti jauh lah maaaaas 😦
btw…
aku baru tau kalo ada gerbong khusus wanita tuh mas…
Untuk mengantisipasi pelecehan kayaknya ya…
Iya.. itu gerbong khusus wanita baru tahun ini diimplementasikan.
Adelays…maaf baru datang lagi 🙂
Postingnya menarik.
Saya belum pernah ke Shen Nan, tapi bisa membayangkan suasana stasiun metro disana yang bersih dan teratur. Keretanya yang nyaman dan harum. Atau mungkin penumpangya juga nggak pernah ‘ngusir-ngusir’ karena semua petunjuk terbaca jelas… 😀
Ditunggu posting berikutnya, yang menceritakan sisi lain kota itu 🙂
Hai, Mbak irma
tidak apa, saya juga belakangan ini tidak banyak beraktivitas ngeblog karena kesibukan pekerjaan.
doakan saya kembali ke sana ya ‘ mbak, amiin.
wadoh sesak bgt tuh,…..
Walah.. beda banget kondisinya ya Mas.. Mengenaskan sekali..
begitulah kenyataannya Mbak yuni.
Astaga…
Koq bisa slh msk ke gerbong wanita siyh, mas ade?
Hahaha…
Btw, foto yg ada cowok duduk di dlm Metro MRT itu fotomu kah, mas? 😉
hai vany, begitulah kenyataannya.
itu temanku
kangen om…heheh
p cabar
salam hangat dari blue
alhamdulillah kabar baik blue.
timpang sangat. semoga selanjutnya tak begitu ^^
betul sangat om rizky
kontras sekali ya de keadaan kereta di jakarta dengan di luar negeri
de emangnya ade tinggal di daerah serpong kah?
betul gerhana coklat
aq ada event di summarecon serpong tgl 2 deket gak?
Wah… Deket tuh.. kira2 10 KM an deh..
Gimana acaranya hari ini sukses kah ?
mas ade… p kbrnya?
dah lama gak update nih kayaknya 🙂
Alhamdulillah Kabar baik
Hiks… kontras bangeeeet ama di Indonesia… 😥
Nyaman banget yak di Tiongkok sana… Kira2 senyaman naik MRT Singapura gak? 😦
Saya cuma pernah ngerasain naik MRT di S’pore beberapa hari, tepat waktu, gak berisik mesinnya, dan cepat. 😛
Alhamdulillah asop, nyaman kala itu jika dibandingkan dengan saat saya berada di KRL serpong, hehehehehehe
kota yang indah , apakah ada kemacetan di sana?
Salam sehat
Alhamdulillah tidak saya lihat adanya kemacetan disana …
mudah2an mas adelay selalu diberi kesehatan selalu biar bisa 100% fit.
salam hangat.
Amiien mas Andioka.
Terima kasih.
Selamat malam mas,
Anna hadir di malam hari untuk mengagungkan kebesaran Allah di hari mulia dengan ucapan khas buat mas Adelays dan keluarga,
Fitrah sejati adalah mengAKEBARkan Allah dan meNEBARkan Syariat-Nya di alam jiwa. Di dunia nyata, dalam segala gerak minda dan di sepanjang nafas juga langkah menuju REDHA-NYA. Semoga seperti itulah diri Kita di Hari Pengorbanan ini.
Selamat Idul Adha
Mohon Maaf Lahir Batin, mas.
Anna Althafunisaa
negeri di bawah pelangi.
Terimakasih MBak Anna.
Selamat Iedul Adha 10 Dzulhijjah 1431 H.
kunjungan pada tengah malam mas, ..ditunggu tulisan berikutnya ya.
Sudah ada mas.. tapi masih di draft. cuma nggak sempet2 untuk launch nya. masih didera kesibukan luar biasa.
kl membandingi Indonesia dengan negara lain, ya jelas sangat berbeda. inilah Indonesai dengan segala kesemrawutannya 🙂
Itulah Indonesia…
Indonesia Tanah Airku
Aku Berjanji Padamu..
Menjunjung Tanah Air ku
Tanah Airku Indonesia.
bener..kontras banget bandingin kenyamanan ala Metro dengan KRL jabodetabek. Kapan ya Indonesia bisa punya transportasi semacam MRT …
Susahnya oh.. susahnya..
Hai salam kenal ya…kondisinya beda bgt ya…kapan disini bisa seperti itu ya…di sini pelayanannya kurang, bisanya naikin tarif aja, alasannya biaya operasionalnya besar lah…
Salam Kenal tuk Moxie…
Semoga betah mampir kesini.
Gak pernah merasakan itu di desa kami.
Kami penuh dengan keramahan, jalan raya gak serawutan.
Salut ma negara yang punya perhatian penuh terhadap transportasi publik.
Semoga juga cepat bisa seperti yang tampak di gambar atas.
Salam kenal …
Senangnya bisa hidup di negara yg mendapat perhatian cukup baik dari pemerintah untuk masalah ransportasi sekalipun. Kalo mau di bandingkan dengan Indonesia, maka pembicaraan ini tidak ada ujungnya..
Salam kenal..
huhuhu… jalan2 mulu nih adelays.
have a nice day…